A. Sistem Pendidikan yang di Kembangkan Oleh
Pemerintahan Belanda
Pemerintah Belanda mulai menjajah
Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika Jan Pieter Zoon Coen menduduki
Jakarta. Belanda melakukan proses westernisasi di Indonesia. Dibidang
pendidikan, mereka memperkenalkan sistem dan metode beru, walaupun hanya
sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan merreka
dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka mendatangkan tenga dari
barat.[1]
Pembaruan pendidikan yang mereka lakukan
dikenal dengan istilah westernisasi dan kristenisasi, yaitu untuk kepentingan
Barat dan Nasrani. Kedua motif ini mewarnai kebijaksanaan penjajah Barat di
Indonesia selama kurang 3,5 abad.
Bukan hanya itu, sebagai bangsa penjajah
mereka juga menganut pemikiran Machiavelli yang mengatakan bahwa:
-
Agama sangat
diperlukan bagi pemerintah penjajah.
-
Agama tersebut
dipakai untuk menjinakkan dan menaklukan rakyat.
-
Setiap aliran
agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus dibawa
untuk memecah belah agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada
pemerintah.
-
Janji dengan
rakyat tidak perlu ditepati jika merugikan.
-
Tujuan dapat
menghalalkan segala cara.[2]
Dengan demikian jelaslah bahwa dari dua
motif dan paham pemikiran yanng mereka anut, membuat Indonesia menjadi
tertinggal dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari adanya tujuan
pemerintah Belanda menjajajh Indonesia, disamping untuk mendapatkan
rempah-rempah dan kekayaan yang lain, mereka juga menanamkan sistem pendidikan
westernisasi dan kristenisasi. Ini menandakan bahwa Indonesia pada waktu itu
memang benar-benar tertinggal dari pendidikan.
Bisa kita bayangkan, dalam jangka waktu
yang lama (3,5 tahun) Indonesia di jajah oleh Belanda bukan menjadikan Indonesia
menjadi bangsa yang maju dalam bidang pendidikan, namun malah sebaliknya. Itu semua
disebabkan oleh jajahan Belanda yang dilakukan tanpa henti. Mereka hanya
berpikir bagaimana caranya mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya dari
Indonesia.
Segala cara yang mereka miliki digunakan
untuk mencapai tujuan mereka. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka yang
menggukan pola pikir Machiavelli yang salah satunya adalah tujuan menghalalkan
segala cara. Sehingga banyak dari rakyat Indonesia pada waktu itu bekerja untuk
memenuhi kebutuhan dari penjajah tersebut.
Namun kedatangan dan aksi Belanda pada
waktu itu dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang bergelar Sultan Abdurrahman
Khalifatullah Sayidin Panotogomo. Tapi walaupun demikian Belanda dapat
mengatasi pemberontakan-pemberontakan dari tokoh politik dan agama Indonesia,
yaitu pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teungki Cik Di Tiro, Pangeran Antasari,
Sultan Hasanuddin dan masih banyak lagi. Keberhasilan Belanda ini menjadikan
sejarah kolonialisme baru di Indonesia mengalami fase yang baru, yaitu Belanda
secara politik menguasai Indonesia.
Untuk membendung pengaruh Islam,
pemerintah Belanda mendidirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia,
terutama untuk kalangan bangsawan. Mereka harus ditarik ke arah westernisasi.
Menurut Snouck Hurgronje, bahwa pendidikan barat itu alat yang paling tepat dan
pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia.[3]
Dengan
adanya Belanda berkuasa pada masa itu, maka Belanda pun menguasai dan mengatur
penuh sistem pendidikan dan kehidupan beragama, sesuai dengan prinsip-prinsip
kolonialisme, westernisasi dan kristenisasi. Adapun kebijakan pemerintahan
Belanda dalam membendung bidang pendidikan Islam telah dibahas pada pertemuan
sebelumnya, yaitu pada pertemuan kedua dan ketiga.
B. Respon Masyarakat Arab Terhadap Sistem Kolonial
Belanda
Untuk
mejawab permasalahan-permasalahan yang
terjadi pada masa itu dalam bidang pendidikan, maka dalam hal ini masyarakat
Arab di Indonesia memberikan suatu respon dalam berbagai bentuk. Salah satunya
adalah dengan mendirikan organisasi-organisasi yang di jiwai dengan perasaan
nasionalisme yang tinggi, menimbulkan perkembangan dan era baru di lapangan
pendidikan dan pengajaran. Dengan kesadaran yang penuh, para pemimpin
pergerakan nasional berusaha mengubah keterbelakangan rakyat Indonesia melalui
penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional. Usaha mereka diwujudkan
dengan mendirikan sekolah-sekolah pertikelir atas usaha para perintis
kemerdekaan.
Adapun oraganisasi yang terbentuk
didalamnya, adalah mereka yang beranggotakan orang-orang Arab, tapi tidak
menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi anggota tanpa ada diskriminasi
asal-usul.
C. Organisasi-organisasi yang didirikan Oleh Masyarakat
Arab di Indonesia
Lahirnya beberapa organisasi Islam yang
didirikan oleh masyarakat Arab di Indonesia lebih banyak kerena di dorong oleh
mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta berbagai respon
terhadap kepincangan-kepincangan yang ada dikalangan msyarakat Indonesia pada
abad ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat dari eksploitasi
politik pemerintah kolonial Belanda.
Adapun organisasi yang didirikan oleh
masyarakat Arab di Indonesia menurut Andewi Suhartini dalam bukunya, antara lain:
a. Al-Jami’at Al-Khairiyah
Organisasi ini didirikan di Jakarta pada
tanggal, 17 Juli 1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang Arab.
Umumnya anggota dan pimpinannya terdiri dari orang-orang yang berada, yang
memungkinkan penggunaan waktu mereka untuk perkembangan organisasi tanpa
mengorbankan usaha pencarian nafkah.
Ada dua bidang yang diperhatikan dalam
organisasi ini, yaitu:
-
Pendirian dan
pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar.
-
Pengiriman
anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi.
Pada
organisasi ini kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas telah tersusun dan
terorganisir.
b. Al-Islah Wal Irsyad
Pada tahun 1914 M, Syeikh Surkati
mendirikan perkumpulan Al-Islah Wal Irsyad yang kemudian terkenal dengan
sebutan Al-Irsyad dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam (reformasi).
Anggotanya terdiri dari golongan-golongan Arab bukan golongan Alawi.
Gerakan Islam modern juga dilakukan oleh keturunan Arab.
Kelompok sayyid yaitu kelompok yang mengaku keturunan Nabi tetap
mengelola Jamiatul Khair, sedangkan kelompok yang bukan keturunan sayyid mendirikan
perkumpulan Al-Irsyad pada tahun 1914. Dengan bantuan seorang alim bernama
Syekh Ahmad Surkati, asal Sudan, yang semula mengajar di Jamiyatul Khair
meneruskan usaha di bidang pendidikan Al-Irsyad. Keturunan Arab di Indonesia
jumlahnya cukup banyak sehingga perlu diberi wadah dalam partai khusus,
lebih-lebih karena mereka merasa di lahirkan di Indonesia dari wanita Indonesia
pula. Karena itulah A.R Baswedan mendirikan Partai Arab Indonesia pada tahun
1934.
Organisasi ini mengorientasikan perhatian pada bidang
pendidikan, terutama pada masyarakat Arab, atau pun pada permasalahan yang
timbul di kalangan masyarakat Arab, walau pun orang-orang Indonesia Islam bukan
Arab, ada yang menjadi anggotanya.