23 April 2011

Teori Terbentuknya Negara


1.      Pendahuluan
Negara merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat, karena Negara adalah induk dari adanya masyarakat yang berdaulat dan menjali segala aturan yang ditetapkan oleh Negara. Negara adalah bagian yang terpenting dalam tatanan kehidupan masyarakat, dengan adanya Negara yang memberikan berbagai macam aturan, maka masyarakat yang hidup di dalamnya turut serta menjalankan aturan tersebut.
Aturan tersebut dibuat untuk membuat masyarakat menjadi tertib dan teratur dalam segala hal, baik dalam hal pendidikan, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Namun jangan lah kita menganggap bahwa dengan adanya Negara sebagai naungan kita, bukan berarti tidak ada masalah yang timbul di dalamnya. Sebenarnya banyak sekali permasalah yang terjadi di dalamnya, hanya saja terkadang masyarakat tidak mengetahuinya secara penuh. Tapi berkat adanya perkembangan komunikasi dan alat komunikasi, segala permasalahan yang timbul yang menyangkut kenegaraan dapat diketahui oleh masyarakat secara cepat dan tepat.
Komunikasi elektrinik dan komunikasi cetak, merupakan dua alat komunikasi yang baik dalam menyempaikan permasalahan yang terjadi. Namun kedua alat komunikasi tersebut bukan berfungsi menyampaikan permasalahan, melainkan menyampaikan apa yang menjadi polemik bagi masyarakat pada umumnya.
Contoh kecil adalah, ketika Negara menetapkan kepada masyarakat bahwa Bahan Bakan Minyak akan digantikan dengan menggunakan Gas Elpiji 3 Kg. Pada awal mulanya hal yang demikian menjadi permaslahan yang cukup hangat dikalangan masyarakat, ada yang pro dan ada juga yang kontra dengan masalah tersebut. Namun dengan adanya pembahasan yang lebih mendalam mengenai hal yang demikian, akhirnya pemerintah menetapkan kepada masyarakat untuk mulai menggunakan gas elpiji 3 kg yang pada akhirnya menghilngkan minyak tanah sebagai bahan bakar, walau pun masih ada yang menjual minyak tanah, tapi harganya tidak lah sesuai dengan kondisi masyarakat.
Awal mulanya penggunaan gas elpiji masih terdengar aman, nyaman dan dapat dikendalikan, walau pun masih ada beberapa kendala dari para penerima dan pemakai gas elpiji bersubsidi tersebut. Yaitu adanya pembagian yang kurang merata, pemungutan biaya administrasi dan lain sebagainya. Namun tidak lama kemudia masalah tersebut selesai dan pada akhirnya mulai terelisasi secara keseluruhan. Masyarakat pun mulai merasakan kebijakan yang tepat dari pemerintah.
Belum selesai sampai disitu, muncul polemik baru dalam masyarakat, yaitu kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan dari adanya tabung gas yang sudah banyak diedarkan dikalangan masyarakat. Hal yang demikian buknlah hal yang kecil, bisa kita bayangkan apabila tabung yang rusak disetiap bagiannya dapat meledak sewaktu-waktu, ya kita pun akan dengan cepat mendaptkan jawaban dari hal yang demikian, yaitu timbulnya korban jiwa dari peristiwa tersebut.
A.    Pengertian Negara
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Negara adalah bagian terpenting dari kehidupan masyarakat. Mustahil adanya masyarakat tapi tdak memiliki Negara yang dapat mengayominya. Negara dan masyarakat adalah dua bagian yang tidak dapat dipisahkan, dengan adanya masyarakat maka Negara pun terbentuk. Bukan hanya itu kebijakan dan aturan pun dalam Negara akan terbentuk pula, seiring dengan perjalan dan perkembangan masyarakat  pada umumnya.
Secara terminologi, Negara adalah suatu organisasi tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam satu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Dari adanya pengertian ini maka negara mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya dimiliki oleh suatu negara berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.[1]
Dari adanya pengertian tersebut, tentunya negara yang terbentuk memiliki tujuan yang akan dicapai dalam waktu yang telah ditentukan an dicanangkan oleh negara. Adapun tujuan tersebut antara lain adalah:
-          Bertujuan untuk memperluas kekuasaan.
-          Bertujun untuk menyelenggarakan ketertiban hukum.
-          Bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan negara pada umumnya adalah untuk mencapai kesejahteraan umum dalam bidang apapun. Dari adanya tujuan-tujuan itulah yang nantikan akan menimbulkan suatu kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh negara melalui pemerintahahannya. Tentunya kebijakan tersebut tidak luput dari adanya suatu konflik yang akan menimbulkan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan baik dikalangan masyarakat sendiri atau kalangan penyampai informasi.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa adanya sautu kebijakan yang dikeluarkan oleh negara, karena negara memiliki unsur yang sangat penting dalam negara itu sendiri. Adapun unsur-unsur tersebut dapat kita ketahui melalui pakar yang mengemukakannya pendapatnya melalui tulisan berikut ini. Yaitu:
-          Rakyat, yang dalam pengertian negara adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh rasa persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
-          Wilayah, yaitu unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-batas teritorial yang jelas. Secara umum, biasanya wilayah dala suatu negara mencakup daratan, perairan (samudra, laut, sungai) dan udara.’
-          Pemerintahan, adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara. Pemerintah melalui aparat dan alat-alat negara, yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan keamanan, mengadakan perdamaian dan lainnya dalam mewujudkan kepentingan warga neganya yang bergam.[2] 
Jelaslah sudah dari adanya tujuan terbentuknya suatu negara adalah salah satunya untuk mewujudkan kepentingan warga negaranya. Adapun salah satu kepentingan warga negaranya adalah dengan cara memajukan dan mensejahterakan warganya dengan bernagai cara.
Namun tentunya untuk memajukan dan mensejahterakan warganya, tentu banyak sekali kebijakan dan aturan yang harus ditetapkan yang tentunya diemudian hari akan menimbulkan suatu permasalahan dikalangan masyarakat itu sendiri. Sebagaimana yanng kita ketahui salah satu kebijakan itu adalah dengan adanya penarikan bahan bakar minyak yang akan digantikan dengan menggunkan gal elpiji bersubsidi. Awal mulanya kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat, namun berdasarkan pertimbangan dan pengkajian ulang tentang hal tersebut, akhirnya pemerintah menetapkan kebijakan tersebut, walaupun tidak semuanya menyetujui dan tidak semua mendapatkan subsidi tersebut.
Selang beberapa kemudian hal demikian belum terealisasi ke daerah-daerah yang terpencil, yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru dikalangan masyarakat itu sendiri, mereka menganggap pemerintah pilih kasih dalam hal pensubsidian kompor dan gas elpiji tersebut. Masalah itu tidak berlangsung lama, karena pemerintah mulai dengan cepat menanggapi permasalahan itu. Sedikit mulai terlihat, negara melalui pemerintahnya mulai mewujudkan tujuan dari terbentuknya suatu negara, yaitu menyejahterakan rakyatnya dengan cara yang sesuai berdarsarkan hasil keputusan para pelaksananya.
B.     Teori Terbentuknya Negara
Masalah tersebut pastinya timbul sesuai dengan adanya teori terbentuknya suatu negara. Karena tidaklah mungkin negara memiliki suatu persoalan tanpa adanya teori yang mendukung terciptanya suatu negara. Adapun teori terbentuknya negara adalah:
1.      Teori kontrak sosial (social contrac)
Kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat beranggapan bahwa negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat dalam tradisi sosial masyarakat.
2.      Teori Ketuhanan (Teoraksi)
Teori ini dkenal dengan istilah doktrin teokratis. Teori ini ditemukan baik di Timur maupun di belahan dunia Barat. Doktrin ketuhanan ini memperoleh bentuknya yang sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada Abad Pertengahan yang menggunkan teori ini untuk membenarkan kekuasaan mutlak raja.
3.      Teori Kekuatan
Secara sederhana teori ini dapat diartikan bahwa negara terbentuk kerena adanya dominasi negara kuat melalui penjajahan. Menurut teori ini kekuatan menjadi pembenaran (raison d’etre) dari terbentuknya sebuah negara.
Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga teori tersebut merupakan teori yang  menyebabkan banyaknya permasalahan yang timbul di negara ini. Disebutkan dalam teori tersebut, bahwa negara terbentuk karena adanya suatu perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat dengan tradisi sosial masyarakat. Oleh karenanya tidaklah heran bila dalam kehidupan masyarkat pada umumnya, pemerintah selalu memberikan kebijakan, aturan dan lain sebagainya, itu semua karena dilandasi adaya suatu perjanjian yang terjadi pada masyarakat itu sendiri. Tapi terkadang masyarakat sendiri tidak menerima terhadap putusan dan kebijakan yang diberikan oleh pemerintah tersebut, tidaklah salah pula bila terjadi banyak sekali penolakan-penolakan yang dilakukan oleh banyak masyarakat. Jika hal yang demikian terjadi dikalangan masyarakat wajarlah, karena mereka menuntuk hak mereka sebagai warga negara Indonesia dan meraka pula berhak mendapat kan perlindungan dan keamanan dalam segala hal.
Namun apabila hal tersebut terjadi dikalangan pemerintah sendiri, maka apakah itu hal yang patut untuk dicontoh bagi masyarakatnya sendirinya? Pasti jawaban itu tidak. Ya belum lama ini, pemerintah mengadakan penarikan 9 juta tabung elpiji 3 kg yang tidak menggunakan standar nasional Indonesia (SNI). Seperti yang kita ketahui, bahwa penarikan tersebut berdasarkan data yang mengatakan bahwa tabung elpiji yang beredar dikalangan masyarakat bukan merupakan tabung yang berstandar nasional Indonesia, melainkan produk yang bertaraf internasional.[3]
Hal yang demikian itu pun menjadi perbincangan dikalangan pemerintah sendiri, diantaranya yaitu polemik tentang tidak akan ada penarikan tabung elpiji 3 kg yang telah tersebar luas di masyarakat. Kementrian perindustrian mengatakan tabung yang sudah beredar dan belum bertaraf SNI akan diadakan pengujian ulang oleh Pertamina. Hal ini dilakukan atas respons dan permintaan Komisi VII DPR agar pemerintah menarik 9 juta tabung yang tersebar sebelum tahun 2008.[4]
Hal yang demikian itulah yang menimbulkan banyak kebingungan diantara masyarakat yang banyak menggunakan tabung elpiji tersebut, dan bahkan setelah terjadinya banyak peristiwa yang terjadi di masyarakat mengenai maraknya ledakan tabung elpiji 3 kg. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar bagi warga Indonesia yang mayoritas kini menggunakan tabung bersubsidi itu. Apakah tabung yang kini beredar dan kian maraknya ledakan tabung tersebut, telah diadakan pengujian ulang oleh Pertamina ataukah belum? Inilah sebenarnya yang menjadi masalah dikalangan kita semua, bahkan warga tidak segan-segan untuk melemparkan tabung elpiji tersebut ketengah jalan sebagai rasa kekecewaan mereka terhadap pemerintah atas kurangnya ketegasan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Mereka beranggapan bahwa pemerintah tidak secara cepat dan tepat menanggapi masalah tersebut. Hingga akhirnya masyarakat merasa kecewa dan enggan untuk menggunkan tabung tersebut, bahkan ada di salah satu daerah yang kini sudah mulai kembali menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Peristiwa itu adalah ungkapan kekecewaan mereka atas kinerja pemerintah yang terkesan lamban dalam menangani masalah tersebut. Dan mereka juga beranggapan pemerintah tidaklah becus dalam menangani masalah tersebut.
Jika kita kembalikan kepada teori dari terbentuknya negara diatas, maka masyarakat dan pemerintah tidak lah memiliki kesalahan, walaupun banyak sekali masalah yang timbul dari pemerintah itu sendiri. Wajar jika itu terjadi, karena sesuai dengan teori yang telah diungkapkan, bahwa masyarakat memiliki perjajian terhadap tradisi sosial. Artinya, kita mengetahui bahwa tradisi sosial dari masyarakat Indonesia yaitu masih mempercayai adanya suatu hal yang berbau mistis dan juga mereka masih mempercayai para leluhur mereka.
Kaitannya dengan masalah yang timbul dikalangan masyarakat itu sendiri adalah, bahwa masyarakat dan pemerintah masih belum memiliki rasa saling percaya terhadap suatu hal yang dikemukakan oleh pemerintah. Hal inilah yang membuat permasalahan demi permasalahan muncul tanpa henti dan tidak cepat terselesaikan. Masalah negara adalah kita semua sebagai warga negara Indonesia yang berdaulat kepada ketuhanan yang maha Esa. Masalah negara bukan hanya masalah perorangan yang harus dihadapi dengan perorangan pula, tapi masalah negara adalah masalah yang harus diselasaikan secara bersama-sama, baik oleh pemerintah ataupun oleh pemerintah itu sendiri.
C.    Hubungan Negara Dengan Masyarakat
Karena pada dasarnya negara dengan warga negaranya memiliki hubungan  yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Ibaratnya hubungan negara dengan warga negaranya bagaikan ikan dan airnya. Keduanya memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat. Negara Indonesia sesuai dengan konstitusi, misalnya berkewajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Hal yang demikian sangatlah jelas tertulis dalam UUD Pasal 33, misalnya (Ayat 1); Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Ayat 2); Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas layanan umum yang layak (Ayat). Selain itu negara juga berkewajiban untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara dalam beragama sesuai dengan keyakinannya, hak mendapatkan pendidikan, kebebasan organisasi dan berekspresi dan sebagainya.[5]
Jika UUD mengatakan demikian, maka sesuailah terhadap apa yang terjadi di masyarakat pada umumnya. Sehausnya pemerintah bisa merealisasikan pasal dan juga ayat yang tertera dalam UUD tersebut, karena sejauh ini penulis melihat pemerintah belum sepenuhnya merealisasikan apa yang tertera dalam pasal dan ayat tersebut. Bukti nyata adalah, ketika di masyarakat sedang marak-maraknya ledakan tabung elpiji 3 kg, pemerintah masih saja berdiskusi mengenai apakah tabung yang sudah beredar luas dimasyarakat akan ditarik kembali atau tidak, itupun masih menjadi pertanyaan banyak orang. Bukan hanya itu, ketika masyarakat menjadi korban dari subsidi yang diberikan, masih ada saja warga yang belum mendapat perhatian dan bantuan secara utuh.
Dalam hal ini penulis pun bertanya tentang hal tersebut, apakah negara dan para pemerintahnya dalam menjalankan kewajibannya memenuhi hak dan kewajiban masyarakat tidak berjalan dengan baik dan mendapat dukungan dari masyarakat? Dan atau kah pemerintah sendiri yang tidak ingin bekerja sama dengan rakyatnya? Pertanyaan itu timbul karena sesuai dengan apa yang terjadi di negara Indonsia ini, yaitu masalah-masalah yang timbul tidak kunjung juga habis bahkan terus bertambah dan bertambah.
Entah sampai kapan masalah tersebut akan berlangsung dan kapan akan terselasaikan dengan baik, baik dari kalangan pemerintah atau dari masyarakat itu sendiri.
D.    Masyarakat Mulai Memilih
Setelah adanya peristiwa yang terjadi dimasyarakat mengeni ledakan tabung elpiji, masyarkat mulai khawatir dengan tabung-tabung  yang berada di rumah mereka masing-masing. Mereka khawatir takut-takut giliran mereka yang akan menjadi korban dari tabung elpiji tersebut. Kekhawatiran mereka cukup beralasan, karena mereka telak banyak melihat peristiwa tersebut dan tak jarang mereka juga melihatnya secara langsung.
Informasi mengatakan dan menyebutkan bahwa dalam satu bulan terakhir ini, sudah terjadi 9 kali ledakan tabung elpiji yang menimbulkan banyak korban, bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Dari adanya kejadian itu, pemerintah mulai membuat tim untuk menanggulangi ledakan elpiji. Hal ini dilakukan presiden RI pada 5 Juli 2010, dan telah meminta investigasi masalah itu. Walaupun telah dibentuknya tim untuk menanggulangi masalah tersebut, kejadian itu tetap saja masih terjadi dan belum dapat diatasi.
Bagi pemerintah, berbicara untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam janngka waktu yang pendek sangatlah mudah, tapi tidak pada kenyataan yang ada dilapangan. Dengan bukti masih terjadi banyak ledakan tabung elpiji bersubsidi diberbagai daerah di Indonesia. Belum lama ini kecelakaan akibat kebocoran tabung elpiji kembali terjadi, hal ini mengakibatkan tiga orang menderita luka bakar serius.
Hal ini membuktikan bahwa tim yang telah dibuat untuk menanggulangi masalah tersebut belum berjalan dengan baik dan belum terselesaikan dengan maksimal. Sehingga hal yang demikian membuat masyarakat memilih terhadap dua hal, apakah masih tetap menggunakan gas elpiji atau kembali menggunakan minyak tanah. Ini diakibatkan karena maraknya kasus ledakan tabung elpiji yang banyak memakan korban jiwa. Hal ini diungkapan oleh kebanyakan orang yang mengatakan mereka takut akan menggunakan tabung tersebut. Hal ini juga dibuktikan dengan meningkatnya angka penjualan minyak tanah, yang jika normalnya harga minyak di jual dengan harga 6000-8000 rupiah /liter, maka ini mencapai 10000 /liter.
Itu diungkapkan oleh sebagian masyarakat dalam mengantisipasi dan mencegah terjadinya jatuh korban yang diakibatkan oleh tabung elpiji yang meledak, yang banyak digunakan oleh masyarakat.


         [1] A. Ubaedillah dan Abdul Razak. Pendidikan Kewargaan (Civic Education), Edisi Ketiga.ICCE UIN JAKARTA. Kencana,.h.84
            [2] Ibid.h.85-86
                         [3] Seputar Indonesia, Jakarta,.h.1
                   [4] Ibid,h.1
                       [5] A. Ubaedillah dan Abdul Razak. Pendidikan Kewargaan (Civic Education),     
            Edisi Ketiga.ICCE UIN JAKARTA. Kencana,.h.93



4 April 2011

Sejarah Pendidikan Islam


A.    Sistem Pendidikan yang di Kembangkan Oleh Pemerintahan Belanda
Pemerintah Belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta. Belanda melakukan proses westernisasi di Indonesia. Dibidang pendidikan, mereka memperkenalkan sistem dan metode beru, walaupun hanya sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan merreka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka mendatangkan tenga dari barat.[1]
Pembaruan pendidikan yang mereka lakukan dikenal dengan istilah westernisasi dan kristenisasi, yaitu untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Kedua motif ini mewarnai kebijaksanaan penjajah Barat di Indonesia selama kurang 3,5 abad.
Bukan hanya itu, sebagai bangsa penjajah mereka juga menganut pemikiran Machiavelli yang mengatakan bahwa:
-          Agama sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah.
-          Agama tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukan rakyat.
-          Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus dibawa untuk memecah belah agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada pemerintah.
-          Janji dengan rakyat tidak perlu ditepati jika merugikan.
-          Tujuan dapat menghalalkan segala cara.[2]
Dengan demikian jelaslah bahwa dari dua motif dan paham pemikiran yanng mereka anut, membuat Indonesia menjadi tertinggal dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari adanya tujuan pemerintah Belanda menjajajh Indonesia, disamping untuk mendapatkan rempah-rempah dan kekayaan yang lain, mereka juga menanamkan sistem pendidikan westernisasi dan kristenisasi. Ini menandakan bahwa Indonesia pada waktu itu memang benar-benar tertinggal dari pendidikan.
Bisa kita bayangkan, dalam jangka waktu yang lama (3,5 tahun) Indonesia di jajah oleh Belanda bukan menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang maju dalam bidang  pendidikan, namun malah sebaliknya. Itu semua disebabkan oleh jajahan Belanda yang dilakukan tanpa henti. Mereka hanya berpikir bagaimana caranya mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya dari Indonesia.
Segala cara yang mereka miliki digunakan untuk mencapai tujuan mereka. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka yang menggukan pola pikir Machiavelli yang salah satunya adalah tujuan menghalalkan segala cara. Sehingga banyak dari rakyat Indonesia pada waktu itu bekerja untuk memenuhi kebutuhan dari penjajah tersebut.
Namun kedatangan dan aksi Belanda pada waktu itu dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang bergelar Sultan Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panotogomo. Tapi walaupun demikian Belanda dapat mengatasi pemberontakan-pemberontakan dari tokoh politik dan agama Indonesia, yaitu pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teungki Cik Di Tiro, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin dan masih banyak lagi. Keberhasilan Belanda ini menjadikan sejarah kolonialisme baru di Indonesia mengalami fase yang baru, yaitu Belanda secara politik menguasai Indonesia.
Untuk membendung pengaruh Islam, pemerintah Belanda mendidirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan. Mereka harus ditarik ke arah westernisasi. Menurut Snouck Hurgronje, bahwa pendidikan barat itu alat yang paling tepat dan pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia.[3]
 Dengan adanya Belanda berkuasa pada masa itu, maka Belanda pun menguasai dan mengatur penuh sistem pendidikan dan kehidupan beragama, sesuai dengan prinsip-prinsip kolonialisme, westernisasi dan kristenisasi. Adapun kebijakan pemerintahan Belanda dalam membendung bidang pendidikan Islam telah dibahas pada pertemuan sebelumnya, yaitu pada pertemuan kedua dan ketiga.
B.     Respon Masyarakat Arab Terhadap Sistem Kolonial Belanda
Untuk mejawab  permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masa itu dalam bidang pendidikan, maka dalam hal ini masyarakat Arab di Indonesia memberikan suatu respon dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah dengan mendirikan organisasi-organisasi yang di jiwai dengan perasaan nasionalisme yang tinggi, menimbulkan perkembangan dan era baru di lapangan pendidikan dan pengajaran. Dengan kesadaran yang penuh, para pemimpin pergerakan nasional berusaha mengubah keterbelakangan rakyat Indonesia melalui penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional. Usaha mereka diwujudkan dengan mendirikan sekolah-sekolah pertikelir atas usaha para perintis kemerdekaan.
Adapun oraganisasi yang terbentuk didalamnya, adalah mereka yang beranggotakan orang-orang Arab, tapi tidak menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi anggota tanpa ada diskriminasi asal-usul.
C.    Organisasi-organisasi yang didirikan Oleh Masyarakat Arab di Indonesia
Lahirnya beberapa organisasi Islam yang didirikan oleh masyarakat Arab di Indonesia lebih banyak kerena di dorong oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta berbagai respon terhadap kepincangan-kepincangan yang ada dikalangan msyarakat Indonesia pada abad ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat dari eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda.
Adapun organisasi yang didirikan oleh masyarakat Arab di Indonesia menurut Andewi Suhartini dalam bukunya,  antara lain:
a.      Al-Jami’at Al-Khairiyah
Organisasi ini didirikan di Jakarta pada tanggal, 17 Juli 1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang Arab. Umumnya anggota dan pimpinannya terdiri dari orang-orang yang berada, yang memungkinkan penggunaan waktu mereka untuk perkembangan organisasi tanpa mengorbankan usaha pencarian nafkah.
Ada dua bidang yang diperhatikan dalam organisasi ini, yaitu:
-          Pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar.
-          Pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi.
Pada organisasi ini kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas telah tersusun dan terorganisir.
b.      Al-Islah Wal Irsyad
Pada tahun 1914 M, Syeikh Surkati mendirikan perkumpulan Al-Islah Wal Irsyad yang kemudian terkenal dengan sebutan Al-Irsyad dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam (reformasi). Anggotanya terdiri dari golongan-golongan Arab bukan golongan Alawi.
Gerakan Islam modern juga dilakukan oleh keturunan Arab. Kelompok sayyid yaitu kelompok yang mengaku keturunan Nabi tetap mengelola Jamiatul Khair, sedangkan kelompok yang bukan keturunan sayyid mendirikan perkumpulan Al-Irsyad pada tahun 1914. Dengan bantuan seorang alim bernama Syekh Ahmad Surkati, asal Sudan, yang semula mengajar di Jamiyatul Khair meneruskan usaha di bidang pendidikan Al-Irsyad. Keturunan Arab di Indonesia jumlahnya cukup banyak sehingga perlu diberi wadah dalam partai khusus, lebih-lebih karena mereka merasa di lahirkan di Indonesia dari wanita Indonesia pula. Karena itulah A.R Baswedan mendirikan Partai Arab Indonesia pada tahun 1934.
Organisasi ini mengorientasikan perhatian pada bidang pendidikan, terutama pada masyarakat Arab, atau pun pada permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat Arab, walau pun orang-orang Indonesia Islam bukan Arab, ada yang menjadi anggotanya.


[1] Andewi Suhartini,.Sejarah Pendidikan Islam. Direktorat Jenderal    Pendidikan     Islam Departemen Agama Republik Indonesia.,h.146
[2] Ibid,h.146
      [3] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Rajawali Pres. Rajawali Garafindo Persada. (Jakarta: 2004),h.254